Sedih. Miris. Itulah yang saya rasakan ketika melihat tayangan pemakaman the King of Pop, Michael Jackson yang begitu gegap gempita di televisi-televisi kita sepanjang hari kemarin. Beberapa stasiun tv bahkan bela-belain menayangkan tayangan eksklusif langsung dari AS acara penghormatan terakhir bagi si Raja Musik Pop sampai pagi ! Dan entah berapa juta mata masyarakat Indonesia yang rela menahan kantuk demi menyaksikan acara itu. Saya sedih, bukan karena kematian MJ yang dipuja jutaan orang di dunia. Tapi saya sedih, karena pada saat yang sama, berlangsung pemakaman seorang muslimah yang Insya Allah menjadi seorang syahidah karena mempertahankan jilbabnya. Marwa Al-Sharbini, seorang ibu satu anak yang sedang mengandung tiga bulan, wafat akibat ditikam sebanyak 18 kali oleh seorang pemuda Jerman keturunan Rusia yang anti-Islam dan anti-Muslim. Tapi berita ini, sama sekali tidak saya temukan di televisi-televisi Indonesia, negara yang mayoritas penduduknya Muslim, bahkan mungkin, tak banyak dari kita yang tahu akan peristiwa yang menimpa Marwa. Ribuan orang di Mesir yang mengantar jenazah Marwa ke tempat peristirahatannya yang terakhir, memang tidak sebanyak orang yang menangisi kepergian Michael Jackson. Marwa hanya seorang ibu dan bukan superstar seperti MJ. Tapi kepergian Marwa adalah lambang jihad seorang muslim. Marwa mempertahankan harga dirinya sebagai seorang Muslimah yang mematuhi ajaran agamanya meski untuk itu ia kehilangan nyawanya. Marwa ditikam di ruang sidang kota Dresden, Jerman saat akan memberikan kesaksian atas kasusnya. Ia mengadukan sorang pemuda Jerman bernama Alex W yang kerap menyebutnya “teroris” hanya karena ia mengenakan jilbab. Dalam suatu kesempatan, pemuda itu bahkan pernah menyerang Marwa dan berusaha melepas jilbab Muslimah asal Mesir itu. Di persidangan itulah, Alex kembali menyerang Marwa, kali ini ia menikam Marwa berkali-kali. Suami Marwa yang berusaha melindungi isterinya, malah terkena tembakan kaparat keamanan pengadilan yang berdalih tak sengaja menembak suami Marwa yang kini dalam kondisi kritis di rumah sakit Dresden.
Peristiwa ini sepi dari pemberitaan di media massa Jerman dan mungkin dari pemberitaan media massa asing dunia karena yang menjadi korban adalah seorang muslimah yang dibunuh oleh orang Barat yang anti-Islam dan anti-Muslim. Situasinya mungkin akan berbeda jika yang menjadi korban adalah satu orang Jerman atau orang Barat yang dibunuh oleh seorang ektrimis Islam. Beritanya dipastikan akan gempar dan mendunia. Itulah sebabnya, mengapa di tv-tv kita kemarin cuma dijejali dengan pemberitaan seputar pemakaman Michael Jackson yang mengharu biru itu. Tak ada berita pemakaman syahidah Marwa Al-Sharbini yang mendapat sebutan “Pahlwan Jilbab”. Tak ada protes dunia Islam atas kematiannya. Tak ada tangis kaum muslimin dunia untuknya. Tapi tak mengapa Marwa … karena engkau akan mendapatkan tempat yang paling mulia di sisiNya. Seiring doa dari orang-orang yang mencintaimu. Selamat jalan saudariku, maafkan kami jika kurang peduli …
Sdra. Jaafar,
BalasPadamAntara Man U dan Malaysia..., Malaysia lebih 'riak dan besar kepala' berbanding Man U yang hanya datang melancong, main-main dan buat latihan ringan sahaja!
Hehehe...
Adakah orang peduli dengan semua itu dengan suasana zaman sekarang ni?
BalasPadammaaf. boleh saya bertanya? dalam entry sastera pada bulan april yang lalu, kenyataan berkenaan sastera popular dilihat sebagai artistik dalam skalanya yang tersendiri tu di ucapkan oleh Gibson dalam buku apa ya? boleh beritahu secara terperinci?
BalasPadamSalam
BalasPadamSdr. Rusdi,
MU dan Malaysia seakan rumput dan awan, hijau segar dan putih seri...
Benar sdr zabad, siapa akan peduli? Tapi berdoalah bahawa kita sentiasa dilindungi-Nya
Sdr Intan, tulisan Gibson itu, dalam kumpulan esei tentang sastera popular di Eropah dalam buku "Popular Writing" tahun 1984 kalau tak silap...Insya Allah, jika ketemui akan dimuatkan maklumatnya nanti dalam blog ini...